Memberikan inspirasi dan informasi

Media kreasi Pondok Pesantren Syaichona Moh. cholil.

Crew Demangan News

Memeberikan yang terbaik dan selalu konsisten adalah prinsip kami.

LP3S

lembaga penerbitan Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil

Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil

Pondok Pesantren YAng didirikan Langsung oleh Kyai Cholil Demangan Barata, Bangkalan Madura

Karya DN

Koleksi majalah DN.

Senin, 23 Februari 2015

Sekilas Biografi Habib Syekh Bin Abdul Qodir Assegaf

Sekilas Biografi Habib Syekh Bin Abdul Qodir Assegaf


Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Al-Habib Abdul Qodir bin Abdurrahman Assegaf (tokoh alim dan imam Masjid Jami’ Assegaf di Pasar Kliwon Solo), berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayah handa tercinta, Habib Syekh mendalami ajaran agama dan Ahlaq leluhurnya. Berlanjut sambung pendidikan tersebut oleh paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaut.
Habib Syekh juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Al-Imam Al-Arifbillah Al-Habib Muhammad Anis bin Alwiy Al-Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat, serta kesabarannya, Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosul yang diawali dari Kota Solo.
Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosulnya, tanpa disadari banyak umat yang tertarik dan mengikuti majelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama’ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya cinta kepada Rosul SAW dalam kehidupan ini. Ahbabul Musthofa adalah salah satu dari beberapa majelis yang di bimbing langsung oleh Habib untuk mempermudah umat dalam memahami dan mentauladani Rosul SAW, berdiri sekitar Tahun 1998 di kota Solo, tepatnya Kampung Mertodranan, berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthut Duror Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak umat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW.
Dengan suara yang merdu ini, Habib yang satu ini berhasil memikat kalangan muda sehingga mereka menyukai qashidah dengan syair-syair yang seluruhnya bersumber dari kitab Simthud Durar tersebut yang kemudian mendunia. Sebenarnya syair-syair qashidah yang di bawakan beliau bukanlah syair puji-pujian yang baru, namun Habib Syekh berhasil membentuk dan mengemas irama pembacaan maulid tradisional menjadi lebih indah dan menggoda telinga yang mendengarnya. Selain itu, Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf ini juga suka berbagi dan memberi, meski dia sendiri terkadang dalam kekurangan. Bahkan ketika mengawali dakwahnya ke pelosok-pelosok, ia membawa nasi bungkus, untuk dibagi-bagikan kepada jamaah.
Pengalaman hidup dengan kereta angin
Perjalanan hidup Habib kelahiran Solo, 20 September 1961, ini cukup berliku. Beliau pernah jaya sebagai pedagang tapi kemudian bangkrut. Di saat sulit itu, Habib Syekh melakukan dakwah menggunakan “Kereta Angin” ke pelosok-pelosok untuk melaksanakan tugas dari sang guru, Almarhum Habib Anis bin Alwi Alhabsyi, imam masjid Riyadh Gurawan Solo.
Pada saat itu Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf juga sering di ejek sebagai orang yang tidak punya pekerjaan dan Habib jadi-jadian. Namun Habib Syekh tidak pernah marah atau mendendam kepada orang yang mengejeknya. Justru sebaliknya, beliau tetap tersenyum dan memberi sesuatu kepada orang tersebut. Terkadang Habib Syekh bin Abdul Qodir Assegaf rutin memberikan ta’lim di Kebagusan, sedangkan dakwah rutinnya di kota Solo dan kota kota di Jawa Tengah.


Kamis, 12 Februari 2015

Biografi Singkat Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi

Biografi Singkat Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi

Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi  yang bernama lengkap Muhammad Sa’id ibnu Mula Ramadhan ibnu Umar al-Buthi. Beliau lahir di Buthan (Turki) pada tahun 1929 M/1347 H, beliau lahir dari sebuah keluarga religius. Ayah beliau adalah Syekh Mula Ramadhan, seorang ulama besar di Turki. Usai peristiwa kudeta Kemal Attatruk, al-Buthi kecil dibawa ikut keluarganya pindah ke Syiria.
Al-Buthi belajar agama pertama kali dari Ayah beliau sendiri, mulanya beliau diajarkan tentang Aqidah, kemudian baru mempelajari sirah nabi, kemudian baru mempelajari ilmu alat, Nahwu dan Sharaf, dan beliau sanggup menghafal kitab Alfiyah Ibnu Malik, yaitu salah satu kitab tentang ilmu Nahwu yang berbentuk sya’ir, beliau mampu menghafal 1000 bait sya’ir kitab tersebut, padahal usia beliau masih 4 tahunan, dan pada usia 6 tahun beliau sudah khatam Al-Quran.
Al-Buthi juga menempuh pendidikan di Ma’had at-Taujih al-Islamy Damaskus, di bawah bimbingan al-allamah Syekh Hasan Habannakeh. Dan diusia beliau yang belum melewati 17 tahun, beliau telah mampu naik mimbar menjadi khatib. beliau menyelesaikan pendidikannya di Ma’had at-Taujih al-Islamy Damaskus pada tahun 1953 M.
Pada tahun tersebut al-Buthi menuju Cairo Mesir dan meneruskan studinya dengan spesialisasi ilmu Syariah hingga memperoleh Ijazah Licence. Pendidikan Diploma-nya (setingkat S2) ia ikuti di Fakultas Bahasa Arab. Pada tahun 1965, Sa’id Ramadhan menyelesaikan program Doktornya di Universitas Al-Azhar dengan predikat Mumtaz Syaf  ‘Ula. Disertasi yang ia tulis dan berjudul “Dlawabit al-Mashlahah fi asy-Syari’at al-Islamiyyah” mendapatkan rekomendasi Jami’ah al-Azhar sebagai “Karya Tulis yang Layak Dipublikasikan”. (sumber: kompasiana)
Karya Al Buthi
Berikut ini 10 karya Syaikh Said Ramadhan Al Buthi yang paling populer, diantara puluhan kitab yang ditulisnya:
1. Fiqhus Sirah
Kitab sirah nabawiyah yang aslinya berjudul Fiqhus Sirah ini merupakan karya Syaikh Said Ramadhan Al Buthi yang paling populer. Ia telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk Indonesia.
Fiqih Sirah menjadi rujukan bagi banyak umat Islam dan berbagai harakah, termasuk Ikhwanul Muslimin. Di Indonesia, buku ini telah diterjemahkan oleh beberapa penerbit dan menjadi salah satu referensi penting dalam mengkaji Sirah Nabawiyah.
2. Man al-Mas-uul ‘an Takhallufil Muslimiina
Buku yang telah diterjemahkan oleh salah satu penerbit menjadi “Kemunduran Umat Islam: Siapa yang Bertanggung Jawab?” ini merupakan karya Syaikh Said Ramadhan Al Buthi yang berisi analisa beliau mengenai kemunduran Islam.
Berbeda dengan banyak buku yang membahas kemunduran Islam lainnya, buku karya Syaikh Said Ramadhan Al Buthi ini memadukan antara dalil naqli dengan argumentasi ilmiah dalam membahas kemunduran umat Islam, siapa yang bertanggungjawab, dan bagaimana solusinya.
3. Muhadharat Fil Fiqhil Muqharin Ma’a Muqaddimati Fi Bayani Asbabi Ikhtilafi al-Fuqaha’ Wa Ahammiyyati Dirasatil Fiqhil Muqarin (Problematika Dalam Fiqh Muqarin, Sebab Terjadinya Perbedaan Fuqaha’, dan Pentingnya Mempelajari Fiqh Muqarin)
4. Al-Islam Maladz Kulli Mujtama’at Insaniyyah; Limadza wa Kaifa (Islam Tempat Berlindung Seluruh Masyarakat Sosial; Mengapa dan Bagaimana?
5. Al Jihad Fil Islam; Kaifa Nafhamuhu wa Kaifa Numarisuhu (Jihad dalam Islam; Bagaimana Kita Memahami dan Melaksanakannya?)
6. Salafiyyah; Marhalah Zamaniyyah Mubarakah La Madzhab Islami (Salafi; Marhalah Zaman yang Berkah, bukan Madzab Islam)
7. Al ‘Uqhubat Islamiyyah; Wa ‘Aqduhu al-Tanaqhudhu Bainaha Wa Baina Ma Yusamma Bithobi’ihal (Hukuman dalam Islam)
8. Hurriyatul Insan Fi Dhilli ‘Ubudiyyahatihi Lillah (Kebebasan Manusia Dalam Beribadah)
9. Difa’ ‘An Islam Wa Tarikh (Pembelaan terhadap Islam dan sejarah)
10. Al Islam Wa ‘Asru; Tahaddiyat Wa ‘Afaq (Islam dan Modernisme; Sebuah Tantangan dan Harapan)

(sumber: bersamadakwah)

Asma Binti As’ad Al-Furat

Asma Binti As’ad Al-Furat

Beliau adalah Asmâ` binti Asad bin al-Furât al-Qayrawâniyyah…putri seorang ulama dan Qadli dari benua Afrika serta shahabat bagi dua orang Imam, yaitu Abu Yusuf dan Malik bin Anas.
Beliau tumbuh di bawah penggamblengan ayahnya sendiri dan merupakan putri satu-satunya. Ternyata, sang ayah dapat mendidiknya dengan baik dan mengasah otaknya dengan ilmu dan hikmah. Beliau selalu menghadiri majlis pengajian yang diadakan sang ayah di rumahnya, berpartisipasi di dalam bertanya dan berdebat sehingga kemudian dikenal sebagai wanita yang memiliki keutamaan, periwayat hadits dan ahli fiqih berdasarkan madzhab Ahli Iraq yang merupakan basis para penganut dan shahabat Abu Hanifah.
Ketika Asad, sang ayah memegang jabatan sebagai komandan tentara yang dipersiapkan untuk menaklukkan pulau Shiqalliyyah (Cecilia) pada masa pemerintahan Ziyadah -1, para penduduk sudah berduyun menyambut panggilannya, bendera-bendera dan panji-panji telah dikibarkan serta genderang telah ditabuh, keluarlah Asmâ` untuk mengucapkan kata perpisahan kepada sang ayah dan ikut mengantarnya hingga sampai di suatu tempat bernama Sûsah (Sousa). Beliau diam disini hingga para prajurit menaiki kapal perang dan dan kapal bertuliskan Bismillâhi Majr'eha wa mursâha telah berlayar meninggalkan dermaga.
Asad, seorang Qadli yang juga komandan, mendapatkan kemenangan besar dan berhasil menaklukkan benteng pulau tersebut sehingga apa yang disumbangkannya tersebut telah ditorehkan sejarah untuknya sepanjang masa. Dia gugur sebagai syahid pada tahun 213 H tatkala melakukan pengepungan terhadap kota Sarqusah, ibukota kekaisaran Romawi di Cecilia. Ketika itu, panji berada di tangan kirinya sementara pedang telah terpancang di tangan kanannya sembari melantunkan firman Allah Ta'ala "Idza Jâ`a nashrullâhi wal Fath " (surat an-Nashr).
Sepeninggal sang ayah, Asmâ` menikah dengan salah seorang murid ayahnya yang bernama Muhammad bin Abi al-Jawâd yang kemudian menggantikan posisinya pada jabatan sebagai Qadli. Lalu dia juga mengepalai al-Masyîkhah al-Hanafiyyah (Perguruan Madzhab Hanafiy) di negeri Afrika pada tahun 225 H, kemudian meninggalkan jabatan tersebut dan mendapatkan batu ujian dari khalifah ketika itu yang menuduhnya mencuri uang titipan, lantas memenjarakannya.

Manakala sang suami masih berada di dalam penjara, datanglah sang isteri, Asmâ` menghadap Qadli yang baru sembari berkata, "Saya akan membuat suami saya membayar harta yang dia dituduh mencurinya ini untuk dirinya sendiri."
Sang Qadli menjawab, "Jika dia mau mengakui bahwa itu adalah harta tersebut atau sebagai ganti darinya, aku akan melepaskannya."
Namun Ibn Abi al-Jawâd menolak untuk mengakuinya sementara sang Qadli pun enggan melepaskannya.
Setelah tak berapa lama, sang Qadli tersebut pun dipecat sehingga suami Asmâ` ini kembali lagi memangku jabatan tersebut. Sekalipun begitu, dia tidak membuat perhitungan dengan tindakan pendahulunya tersebut terhadap dirinya. Ini adalah suatu sikap yang mulia dan terhormat darinya.
Asmâ` masih tetap diagung-agungkkan dan dibangga-banggakan oleh semua kalangan di komunitas semasa hidupnya hingga beliau wafat pada sekitar tahun 250 H. 
By: kang aaf

Sumber Bacaan Terkait :
1. Syahîrât at-Tûnisiyyât karya Hasan Husniy 'Abdul Wahhab, hal.45-47
2. ad-Dîbâj al-Mudzhab Fî Ma'rifah A'yân 'Ulamâ` al-Madzhab karya Ibn Farhûn al-Malikiy, hal.305-306

(Diterjemahkan dari buku Faqîhât 'Alimât karya Muhammad Khair Yusuf, Hal.29-31) 

Kamis, 05 Februari 2015

Cara Bintang Menggapai Bintang (Ibroh demangan news edisi 20)


Cara Bintang Menggapai Bintang    




Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga yang sangat kuno di Negara Indonisia. Namun meskipun begitu tidak menutup kemungkinan untuk bersaing secara sehat di dunia bakat apa pun. Para santri sangat handal dalam mengasah serta mengukir seni bakat yang ada dalam diri mereka, seperti kemarin dengan adanya lomba  antar pesantren se-kabupaten Bangkalan untuk mencari talenta muda dan berbakat sebagai perwakilan kabupaten bangkalan dalam ajang perlombaan se-Jawa Timur yang akan di gelar dalam acara POSPEDA JOMBANG yang diselenggarakan di Kementerian Agama Bangkalan Pada Hari Ahad Tanggal 24 Juni 2012 itu ternyata Pondok pesantren syaichona Moh. Cholil membuahkan hasil yang sangat sepectaculer,dan ini membuktikan bahwa pesantren Syaichona Moh. Cholil adalah pesantren yang lebih unggul daripada pesanteren yang lain. Selain di sana tetap mengedepankan kesalafannya, juga mengedepankan seni dan bakat yang telah tertanam dalam diri santri-santrinya untuk diaplikasikan ke dunia nyata. Dan alhamdulililah di antara lomba tersebut dari delegasi Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil berhasil merangkul 10 piala,  Lomba Bahasa Arab Juara I, II dan III, Bahasa Inggris Juara III, Tenis Meja Juara I dan II,  Kaligrafi Juara I dan II, di antara nama-nama juarawan Bahasa Arab adalah Mufti Sohib Sebagai Juara ke III, Moh. Nurun Juara II dan Nurul Hidayat dari kota Ketapang sebagai Juara I. juara Kaligrafi Ihyak Ulumuddin Sebagai Juara I Dan juara II Zuhri. Dan juara Tenis Meja Juara I Sonhaji dan juara II  Syahwan dari Pontianak. sedankan bahasa inggris juara ketiga adalah Rofi'i dari Pontianak. yang terakhir juara I catur yang dirangkul oleh Slamet Raharjo sedangkan juara ke II di raih oleh Mas Yasir Arafat. Dan ini semua merupakan salah satu bukti atau cermin agar kita bisa seperti mereka, karena saya yakin apabila di antara kita sekalian ada kemauan yang tinggi untuk sukses, maka Allah akan memberikan jalan yang terbaik bagi orang yang berusaha. Maju dan semangatlah wahai kawan-kawan santri, gapailah cita-citamu setinggi mungkin selagi kalian masih ada di lingkungan pesantren, sebab kesuksesanmu ada di tangan kalian semua.
Oleh: Syaiful Muady